Buku ini berangkat dari problematika krisis iklim yang terjadi dan terus mengalami peningkatan dalam skala global. Pembangunan “business as usual” menjadi konsekuensi logis dari era globalisasi. Hal ini kemudian berdampak pada krisis iklim dan lingkungan, seperti halnya polusi yang tidak terkendali, peningkatan emisi gas rumah kaca, kerusakan kesehatan manusia,ketimpangan pendapatan, krisis pangan dan air, ketidakstabilan komoditas dan energi, dan lain sebagainya.
Beberapa dampak tersebut kemudian menjadi permasalahan di berbagai negara, baik negara maju atau pun negara berkembang, termasuk Indonesia. Terlebih di Indonesia pembangunan ekonomi dan industri yang sejauh ini dilaksanankan masih belum berorientasi pada pembangunan berkelanjutan atau pun ekonomi hijau (green economy). Perhatian Indonesia pada ide Green Economy ini baru tertuju dan ditindaklanjuti secara lebih serius setelah diluncurkannya green economy index (GEI) pada tanggal 9 Agustus 2022. Dengan adanya GEI tersebut maka pecapaian Indonesia dalam penerapan dan transisi Green Economy menjadi lebih terukur. Sehingga diharapkan akan tercapai keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi dan pemerataan sosial masyarakat serta mitigasi risiko kerusakan lingkungan.
Berangkat dari isu tersebut, buku ini mencoba menelaah kembali konsep green economy atau ekonomi hijau, serta penerapannya di Indonensia, yang salah satunya terjermin dalam kebijakan-kebijakan pemerintah pusat atau pun daerah. Adapun, kami mengambil fokus pembahasan pada kebijakan-kebijakan pemerintah daerah terkait dengan ekonomi hijau, yang salah satunya termanifestasi dalam anggaran daerah, baik APBD maupun dokumen BAPEDDA. Secara lebih spesifik, kami mengambil sampel pada APBD pemerintah kota Madiun dan Kabupaten Ponorogo sebagai representasi pelaksanaan ekonomi hijau di tingkat daerah.
Reviews
There are no reviews yet.